Terkuak!! Jokowi Memang Kejam ,Inilah Kekejaman Jokowi..
Joko Widodo (Jokowi), sebuah nama yang
dimaknai beragam oleh berbagai pihak. Bagi sebagian orang, Jokowi adalah
seorang yang sederhana. Bagaimana tidak, saban hari Jokowi hanya
mengenakan satu jenis pakaian: baju kemeja putih dan celana hitam.
Kesederhanaan Jokowi juga nampak dari
kesehariannya. Jokowi kerap mengunjungi tempat-tempat umum yang tidak
pernah dilakukan oleh para pendahulunya, seperti pasar-pasar
tradisional, warung-warung makan di pinggir jalan, serta
tempat-tempat-tempat umum lainnya.
Sebagian orang lagi mungkin akan menyebut
bahwa Jokowi adalah pribadi yang sangat merakyat. Dalam setiap
kunjungannya ke berbagai daerah di Indonesia, kita melihat betapa Jokowi
sangat dekat dengan rakyatnya. Jokowi tidak sungkan untuk turun
langsung menemui masyarakat, berbincang hangat dengan mereka tanpa ada
sekat di antara mereka. Kebiasaan ini pula yang selalu membuat para
pengawalnya kelabakan.
Jokowi juga mungkin dianggap sebagai
seorang pemimpin pendobrak yang revolusioner. Saudara-saudara kita di
Papua telah merasakan pemikiran dan kebijakannya yang revolusioner itu.
Jokowi hadir tidak dengan cara-cara yang biasa yang kesannya hanya
seremonial belaka. Namun, Jokowi hadir langsung di pusat-pusat
permasalahan yang selama ini tidak tersentuh. Dengan kehadirannya
tersebut, Jokowi tahu persis tindakan apa yang harus dilakukannya.
Visi revolusioner Jokowi begitu terasa di
wilayah timur Indonesia. Di samping fasilitas jalan yang terus digenjot,
Jokowi juga secara berkelanjutan menjawab segala persoalan klasik yang
selama ini seakan-akan tidak terpecahkan. Fasilitas pertanian seperti
embung dan bendungan, serta pembukaan lahan persawahan baru dikerjakan
secara massif. Begitu juga pelabuhan serta bandara udara diberbaiki
serta dibangun untuk menekan harga-harga yang cukup mahal selama ini.
Bahkan anggaran untuk pembangunan berbagai
infrastruktur di Indonesia pada APBN 2018, sebagian besarnya
dialokasikan untuk pembangungan infrastruktur di berbagai tempat di
Indonesia Timur. Perhatian besar Jokowi untuk mengangkat kawasan
Indonesia Timur setara dengan kawasan Indonesia Tengah dan Indonesia
Barat memang tidak diragukan lagi. Daerah yang selama ini seakan-akan
terabaikan, namun oleh kecintaaannya, Jokowi secara perlahan mengubahnya
menjadi sama dengan kawasan Indonesia lainnya.
Namun bagi sebagian orang lagi, Jokowi
adalah seorang presiden yang kejam dan bengis. Bahkan Fadli Zon,
politkus Partai Gerindra yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPR itu,
menyebut Jokowi sebagai seorang diktator. Ketegasan Jokowi menentang
siapa saja yang anti-Pancasila dan yang ingin merongrong persatuan dan
kesatuan bangsa, malah dianggap Fadli Zon sebagai sebuah kediktatoran.
Ketika Jokowi sedang gencar-gencarnya
menanamkan nilai-nilai Pancasila dan jiwa nasionalisme kepada seluruh
masyarakat Indonesia, ketika Jokowi sedang giat-giatnya menciptakan
pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia, ketika Jokowi sedang
marak-maraknya membangun berbagai infrastruktur, Fadli Zon malah
menganggapnya sebagai sebuah kegagalan. Sepertinya Fadli Zon tidak
senang negeri ini aman, damai, bergerak maju, dan dihormati oleh
bangsa-bangsa lain.
Bagi mereka yang kepentingannya terganggu,
Jokowi memang kejam. Teramat kejam malah. Beberapa kebijakan Jokowi
selama ini, mungkin menjadi bukti kekejamannya sejak menjabat sebagai
Presiden Republik Indonesia.
Kebijakan Jokowi menenggelamkan
kapal-kapal asing illegal yang memasuki wilayah perairan Indonesia,
lewat Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, membuat para
pengusaha yang selama ini menikmati hasil dari penangkapan ikan illegal
di laut Indonesia tersebut, berang. Miliaran atau bahkan triliunan
Rupiah yang dihasilkan dari kegiatan illegal tersebut, dihentikan oleh
Susi.
Sesuai dengan data yang dikeluarkan oleh
pemerintah, bahwa pencurian ikan di perairan Indonesia selama ini
mengakibatkan kerugian negara yang cukup besar yang mencapai US$ 20
miliar, atau setara dengan Rp. 265 triliun per tahun. Jumlah uang yang
cukup besar tersebut, selama ini dinikmati oleh para mafia ikan.
Sementara para nelayan yang menggantungkan hidupnya dari hasil menangkap
ikan, harus gigit jari.
Malaysia, Vietnam, Thailand, Myanmar,
Filipina dan Tiongkok menjadi negara-negara yang sangat diuntungkan
selama ini. Sebelum kebijakan Susi yang mengundang reaksi beragam dari
berbagai pihak itu dilaksanakan, negara-negara tersebut begitu bebasnya
mencuri ikan di lautan Indonesia. Berton-ton ikan segar dari Indonesia
diangkut ke negara-negara tersebut.
Peralatan mereka yang jauh lebih canggih
dibandingkan dengan peralatan yang dimiliki oleh para nelayan Indonesia,
membuat mereka menjadi penguasa lautan Indonesia. Akibatnya, harga ikan
di Malaysia misalnya jauh lebih murah ketimbang harga di Indonesia.
Keadaan ini membuat Indonesia harus mengimpor ikan dari negara-negara
tersebut. Ikan yang asalnya dari laut Indonesia, harus dibeli kembali
oleh Indonesia dengan harga yang cukup mahal. Menyedihkan bukan?
Namun, Jokowi dengan segera mengatasi
permasalahan akut tersebut, segera setelah dia dilantik menjadi
presiden. Jokowi membuat aturan tegas terhadap kapal-kapal asing yang
hendak melaut di Indonesia. Bagi yang melanggar, hukumnya jelas:
ditenggelamkan. Dan sejak kebijakan tersebut diberlakukan, sudah 317
kapal dengan berbagai ukuran ditenggelamkan. Kapal asal Vietnam menjadi
yang terbanyak, 142 kapal.
Kebijakan tersebut berdampak positif
terhadap pendapatan negara dari sektor perikanan. Penerimaan negara dari
sektor ini pada tahun 2016 naik drastis menjadi Rp. 360,86 miliar, dari
sebelumnya hanya Rp. 77,49 miliar. Di mana nilai produksi ikan pada
tahun 2016 mencapai Rp. 125,38 triliun (6,83 juta ton ikan). Dan pada
tahun 2017, diperkirakan nilai produksi ikan sebesar Rp. 134 triliun.
(Link terkait di sini.)
Begitu pula dengan dibubarkannya Petral
oleh Jokowi, pada 13 Mei 2015 lalu. Wacana pembubaran perusahaan yang
bertugas membeli minyak dan selanjutnya menjualnya ke Pertamina itu,
sesungguhnya sudah terjadi sejak tahun 2006. Namun hingga pemerintahan
SBY berakhir tahun 2014 lalu, Petral tetap kokoh. SBY yang merupakan
seorang Jenderal itu tidak sanggup melawan kuatnya pengaruh Petral.
Adalah Sudirman Said ketika menjabat
sebagai Menteri BUMN ketika itu. Sudirman Said mewacanakan pembubaran
Petral. Namun usahanya itu sepertinya tidak mendapat dukungan dari sang
komandan. Hingga akhirnya Sudirman Said ditendang dari kabinet SBY.
Begitu pula ketika Dahlan Iskan mengemban
jabatan Menteri BUMN. Dia kembali menggulirkan pembubaran Petral. Dahlan
Iskan melihat ada permainan besar di dalam tubuh Petral yang
mengakibatkan negara menanggung kerugian atas permainan tersebut. Namun,
sesuai dengan pengakuan Dahlan Iskan, oleh karena rencananya tersebut,
tiga kali dia harus mengahadap sang Bos. Dahlan Iskan malah menyebut ada
pengaman dari “atasan” terkait pembubaran Petral tersebut.
Namun hal itu tidak berlaku bagi Jokowi,
belum setahun berkuasa, Jokowi yang “ndeso” dan kurus kerempeng itu
berhasil membubarkan Petral. Jokowi, dengan langkah cepat membentuk Tim
Reformasi Tata Kelola Migas yang diketuai oleh Faisal Basri. Tim
bentukan Jokowi tersebut menemukan bahwa ada indikasi kerugian negara
karena di dalamnya terjadi praktek kartelisasi yang menyebabkan
ketidakefisienan.
Akibatnya, negara dirugikan hingga
triliunan Rupiah. Dalam suatu kesempatan setelah Petral resmi
dibubarkan, Jokowi menyebut bahwa adalah lebih baik membeli minyak
langsung pemerintah ke pemerintah karena itu jelas lebih murah, bukan
lewat orang ketiga seperti Petral.
Jokowi sadar betul, ada orang-orang hebat
dan kuat dibalik berkuasanya Petral selama ini. Dan itu pulalah yang
membuat pemerintah sebelumnya terkesan tidak berani membubarkan
perusahaan yang telah berdiri sejak tahun 1969 tersebut. Akan tetapi,
kecintaan Jokowi terhadap Indonesia, mengalahkan segala ketakutan dan
kekuatiran terhadap keperkasaan Petral. (Link terkait di sini.).
Terus, apa lagi kekejaman Jokowi lainnya?
Ditandatanganinya Perppu Pembubaran Ormas oleh Jokowi pada 10 Juli 2017
lalu mungkin menjadi kekejaman Jokowi berikutnya. Korban pertama dari
penerbitan Perppu tersebut adalah dibubarkannya Hizbut Tahrir Indonesia
(HTI) oleh pemerintah.
Organisasi kemasyarakatan tersebut
dianggap sebagai sebuah ormas yang anti-Pancasila. Ormas tersebut juga
dituduh telah menimbulkan perpecahan di tengah-tengah masyarakat akibat
dari berbagai gerakan yang mereka lakukan serta ujaran kebencian yang
kerap mereka sebarkan.
Organisasi yang telah berdiri sejak zaman
Orde Baru tersebut bercita-cita untuk mengubah Indonesia menjadi negara
khilafah, mengganti Pancasila sebagai dasar negara, serta tidak setuju
dengan UUD 1945. Organisasi yang sebelumnya begitu bebas melakukan
aksi-aksinya itu, di zaman Jokowi hal itu tidak terjadi.
Gerakan yang sifatnya merongrong persatuan
dan kesatuan bangsa harus ditumpas. Mungkin tidak hanya HTI,
ormas-ormas lain juga yang masih berani mencoba menumbangkan kokohnya
Pancasila pasti digebuk.
Begitu juga terhadap jaringan sindikat Saracen yang beberapa hari ini menjadi perbincangan hangat di tengah-tengah masyarakat.
Begitu juga terhadap jaringan sindikat Saracen yang beberapa hari ini menjadi perbincangan hangat di tengah-tengah masyarakat.
Ulah mereka yang menyebar berita-berita
bohong serta ujaran-ujaran kebencian bermuatan SARA yang melibatkan 800
ribu akun di media sosial tersebut membuat publik geram. Mereka berusaha
menggiring opini publik sesuai dengan yang mereka inginkan lewat status
serta “meme” yang mereka sebar.
Keprihatinan Jokowi terhadap keberadaan Saracen ditunjukkannya atas perintah
tegasnya terhadap Kapolri dan jajarannya. Bahkan Jokowi juga
memerintahkan untuk menyelidiki isu yang menyebut bahwa ada orang-orang
besar di balik keberadaan Saracen, termasuk diisukannya seorang Jenderal
terlibat di dalamnya sebagai salah satu dewan penasihat.
Dan, kekejaman Jokowi yang paling
menyakitkan adalah dilepasnya saham PT. Freeport kepada Indonesia
sebesar 51 persen. Perusahaan tambang asal Amerika yang telah melakukan
penambangan di Gunung Grasberg sejak tahun 1988 tersebut tidak kuasa
dengan kekejaman Jokowi.
Pada awal rencana ini dihembuskan oleh
pemerintah, pihak Freeport berkeras, bahkan akan menempuh upaya hukum
atas permintaan pemerintah Indonesia tersebut untuk melakukan divestasi
saham sebesar 51 persen. Namun, upaya itu diurungkan oleh Freeport. Pada
akhirnya, mereka lebih setuju menempuh upaya perundingan yang
ditawarkan oleh pemerintah Indonesia.
Lewat perundingan yang cukup alot dan
panjang tersebut, akhirnya pada 27 Agustus 2017 lalu, Pemerintah
Indonesia yang diwakili oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan selaku Ketua
Tim Perundingan Pemerintah dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati,
serta wakil dari Kementeriaan Koordinator Perekonomian, Kemenko
Kemaritiman, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian LHK, Kementerian
BUMN, Sekretariat Negara, dan BKPM, bersama dengan pihak Freeport,
mencapai sebuah kesepakatan besar di mana 51 persen saham Freeport sah
menjadi milik Pemerintah Indonesia.
PT. Freeport, yang selama hampir sepuluh
tahun menguasai tanah Papua, lebih banyak rugi dari pada untungnya.
Berjuta-juta ton emas telah diangkut dari tanah Papua, namun tidak
berdampak bagi rakyat Papua yang sebagian besar penduduknya masih hidup
di bawah garis kemiskinan.
Hal inilah yang membuat Jokowi terenyuh.
Atas keprihatiannya itu, Jokowi berupaya keras untuk menjadi penguasa di
Freeport. Dan upaya kerasnya itu telah berbuah manis. Lebih dari
separuh saham Freeport kini dikuasai Indonesia. itu artinya, pendapatan
negara dari perusahan tambang emas terbesar di dunia tersebut akan
berlipat-lipat ganda yang pada akhirnya akan meningkatkan taraf hidup
masyarakat Indonesia.
Sebenarnya masih banyak lagi kekajam
Jokowi yang membuat banyak orang terusik bahkan marah. Sebutlah
pemberian grasi kepada Antasari Azhar, yang mengakibatkan SBY berang.
Dan juga sikap tegasnya terhadap pemberantasan peredaran narkoba di
Indonesia, juga mengakibatkan banyak orang yang selama ini hidup
berkelimpahan dari bisnis haram itu kejang-kejang.
Pergerakan mereka kini semakin sempit.
Perang terhadap narkoba yang benar-benar diseriusi oleh Jokowi membuat
para mafia penghancur masa depan bangsa itu harus mengatur ulang rencana
jahat yang telah disusunnya.
Jokowi memang kejam. Kejam untuk hal-hal yang tidak baik. Kejam untuk
hal-hal yang merusak bangsa. Kejam bagi mereka yang mencoba merongrong
persatuan dan kesatuan bangsa.
Komentar
Posting Komentar