Skak Mat! Jokowi: Usut Pendana Saracen, Mendagri: Diskualifikasi Paslon Kampanye SARA!
Tidak main-main isu SARA yang
disebarluaskan oleh sebuah sindikat penebar isu SARA dan ujaran
kebecian. Bahkan isu ini sudah sampai ke telinga Jokowi dan Mendagri,
Tjahjo Kumolo. Isu SARA yang sangat mengancam kesatuan dan persatuan
negara harus segera diusut tuntas sampai ke akar-akarnya.
Jokowi pun sudah memerintahkan pihak
kepolisian untuk mengusut tuntas-tas-tas mengenai apa yang menjadi
penyelidikan mereka mengenai isu SARA yang disebarkan oleh sindikat
Saracen dengan tersangka Jasriadi, Sri Rahayu Ningsih, dan satu lagi
saya lupa, dan sekaligus malas untuk mencari tahu. Pada artikel ini saya
ingin berfokus kepada apa yang menjadi suara istana, yakni suara
mendagri dan panglima tertinggi di Indonesia, Presiden Joko Widodo.
“Saya sudah
perintahkan kepada kapolri. Diusut tuntas bukan hanya Saracen-nya saja.
Tapi siapa yang pesan siapa yang bayar, harus diusut tuntas… Individu
saja sangat merusak kalau informasinya itu tidak benar, bohong, apalagi
fitnah. Apalagi yang terorganisasi. Ini mengerikan sekali. Kalau
dibiarkan akan mengerikan,” kata Jokowi di Lapangan Silang Monas,
Jakarta Pusat
Cepatnya perkembangan teknologi dan
penyebaran informasi, terkadang juga bisa menjadi kebahayaan tersendiri.
Perkembangan teknologi yang tidak diimbangi dengan kedewasaan di dalam
bermedia sosial maupun berinteraksi dengan sesama, membuat teknologi
menjadi sebuah momok yang mengerikan.
Presiden mengatakan bahwa penggunaan media
sosial yang tidak dewasa akan memberikan dampak yang merugikan
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Jarang sekali kita melihat statement
keras Jokowi selama ia memimpin negara ini, hampir 3 tahun. Selama ini
kita melihat bagaimana terstrukturnya, sistematisnya, dan masifnya
penyebaran pemberitaan hoax yang menyudutkan pemerintahan yang sah.
Lihat saja bagaimana Jokowi difitnah sebagai antek-antek asing maupun
PKI.
Lihat lagi Ahok yang difitnah begitu rupa
hanya karena suku yang berbeda dengan suku kebanyakan alias mayoritas.
Maaf jika saya menggunakan istilah minoritas dan mayoritas. Karena saat
ini, memang hal inilah yang digoreng secara crispy dan renyah oleh para kaum ontaleran yang sangat ontalektual. Inilah yang terjadi di Indonesia.
Memang betul jika dibiarkan kelamaan,
Indonesia akan ada di ujung tanduk. Karena apa yang dikompromikan adalah
kedaulatan NKRI dan Pancasila sebagai dasar negara. Seruan-seruan
memilih pemimpin yang seiman dan dijanjikan ‘sorga’ merupakan sebuah
perusakan mental.
Bahkan kita tahu bagaimana pedihnya pada
saat itu melihat Ahok dizolimi, Haji Djarot diusir dari Masjid oleh
pendukung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang ‘itu’ malah
meneriakkan pekikan-pekikan yang mengkhawatirkan. ‘Jangan memilih
pemimpin kafir!’, ‘Kota ini indah tanpa pemimpin kafir’, dan sebagainya.
Ini adalah bentuk pembodohan publik yang nyata-nyata dikerjakan oleh
para pendukung sebelah. Siapa pasangan calon yang didukung? Pikir saja
sendiri. Untuk menyebutkannya pun saya malas.
“Siapa pun pasangan calon yang mengumbar kebencian, menghujat dan memfitnah harus ditindak tegas. Harusnya ada adu program, adu konsep. Harus ada ketegasan dari kepolisian dan perangkat pemilu, saya kira parpol juga sama,” ujar Mendagri, Tjahjo Kumolo
Jokowi akhirnya buka suara mengenai isu
SARA yang disebar oleh Saracen dengan Sri Rahayu Ningsih yang
jelas-jelas mendukung Prabowo dan Anies. Mendagri, Tjahjo Kumolo
menegaskan bahwa akan ada sanksi berat bagi pasangan calon yang
melakukan kampanye berbau SARA.
Ancaman diskualifikasi ini akan
diwacanakan untuk pilkada 2018. Jika saya boleh bertanya, bagaimana
dengan orang-orang yang sudah terpilih, dan terbukti melakukan kampanye
yang berbau-bau SARA? Apakah mereka dapat didiskualifikasi juga?
Sampai saat ini, kita tahu bahwa Indonesia
sedang bersih-bersih. Pemerintah dan kepolisian sedang melakukan
tindakan-tindakan yang bertujuan untuk memajukan kehidupan berbangsa dan
bernegara di Indonesia. Rakyat diajar untuk menjadi rakyat yang lebih
‘manusia’.
Loh maksudnya apa? Bukankah seluruh rakyat
Indonesia adalah manusia? Ya, memang kita semua adalah manusia, namun
masih banyak di antara kita yang menunjukkan diri tidak selayaknya
manusia, bahkan jauh lebih rendah dari hewan.
Tindakan-tindakan yang berbau SARA tidak
dapat dibenarkan, bahkan tidak ada binatang yang saling menghantam
dengan isu SARA. Rasanya, orang-orang bermental kerdil ini harus dipecut
lebih keras lagi, atau lehernya dikekang. Mungkin manusia-manusia rasis
yang ontaleran dan intoleran ini harus diberikan pelana agar menjadi jinak.
Mereka harus diajarkan untuk makan nasi,
ketimbang makan rumput. Mungkin orang ini harus diajar juga untuk lebih
mengetahui, bahwa hidupnya bukan sekadar untuk mengisi perut dan berlari
dan makan beling. Loh itu kan kuda lumping? Ya maksud saya juga itu.
Jika pembaca Seword tahu siapa yang saya maksud, tentu pembaca Seword
sangat cerdas!
Kuda lumping, makan beling. Kuda ganteng, tinggal di Hambalang.
Betul kan yang saya katakan?
Sumber : seword.com/politik/skak-mat-jokowi-usut-pendana-saracen-mendagri-diskualifikasi-paslon-kampanye-sara/
Komentar
Posting Komentar