Saracen, Fadli Zon Merasa Gerindra Paling Banyak Menjadi Korban


Terkuaknya kasus Saracen membuat pihak-pihak yang diduga terlibat mulai cuci tangan dan menyingkir sejauh mungkin. Ini adalah strategi untuk menghilangkan jejak. Beberapa strategi bisa dijadikan alternative untuk menghapus jejak seperti ngeles, pura-pura bego, serta merasa dirinya menjadi korban dari kasus yang sedang terungkap.
Fakta bahwa Jasriadi adalah pendukung Prabowo tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Harus diusut secara tuntas keterkaitan antara Jasriadi dengan Prabowo. Pelaku lain yang bernama Sri Rahayu kedapatan berfoto dengan kader Gerindra. Bukti-bukti ini nampaknya bisa dijadikan alasan mengapa Gerindra diduga terkait dengan Saracen. Ditambah,  Sri Rahayu juga pelaku ujaran kebencian kepada Jokowi.
Fakta bahwa Prabowo adalah rival Jokowi tentu memaksa masyarakat untuk menduga-duga jangan-jangan Gerindra termasuk partai yang menggunakan jasa Saracen. Logikanya, Jokowi adalah korban dari pelaku Saracen, sehingga dalang dibalik Saracen adalah orang-orang yang tidak suka dengan Jokowi dan menginginkan elektabilitasnya menurun. Memang tidak bisa dipungkiri sampai sekrang belum terungkap secara pasti siapa dalang di balik Saracen.
Merasa partainya dihubung-hubungkan dengan Saracen, Fadli tidak mungkin diam saja meskipun Prabowo sendiri masih bungkam. Fadli merasa ada beban moral jika tidak melakukan pembelaan untuk Gerindra. Bukan mustahil jika pembelaan Fadli adalah permintaan dari Prabowo sendiri.
Fadli mengatakan Partai Gerindra tegas menolak dikait-kaitkan dengan kelompok Saracen,  penebar isu SARA dan kebencian di media sosial yang dibongkar Mabes Polri. Dia menyatakan dirinya tidak pernah mengenal sindikat Saracen.
Bahkan, Fadli menegaskan, Gerindra tidak pernah menyetujui tindakan-tindakan penebar kabar hoaks dan fitnah.
“Kami adalah korban yang paling banyak soal fake news, hoaks, dan fitnah-fitnah di media sosial,” kata Fadli di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (29/8).
Dia mencontohkan salah satu fitnah itu adalah ketika Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dibuat seolah-olah berpakaian ala Nazi dan sebagainya. Sayangnya, ujar Fadli, persoalan itu tidak pernah digubris kepolisian. Dia mengatakan, Gerindra merupakan korban hoaks buzzer di media sosial. Bahkan, sampai sekarang masih ada di YouTube perihal fitnah-fitnah yang tidak jelas.
Menurutnya, kalau mau membasmi hoaks dan fake news, harus secara keseluruhan.
“Jangan secara parsial seperti tiba-tiba ketika adanya Saracen ini. Nanti ada kelompok apalagi itu, kampungan,” katanya.
Nah, Fadli menegaskan, sebaiknya kelompok-kelompok seperti ini dibasmi mulai dari biang-biangnya.
Sampai sekarang kepastian bahwa Gerindra terlibat dalam Saracen memang belum terbukti. Namun sikap dan pembelaan yang ditunjukkan oleh Fadli justru semakin memperkuat dugaan-dugaan itu.
Narasi yang sedang digunakan Fadli sebetulnya sudah lumrah digunakan oleh oknum-oknum yang ingin menyingkir sejauh mungkin ketika sebuah kasus yang diduga melibatkan dirinya mulai terkuak.
Pertama, Fadli tidak ada bedanya dengan Jonru yang mengatakan baru tahu istilah Saracen. Seolah-olah masyarakat bisa dibodohi begitu saja. Dengan mengatakan baru tahu istilah Saracen, seolah-olah sedang membuat logika masyarakat mengikuti apa yang mereka inginkan.
Hampir semua masyarakat juga baru tahu dan mendengar istilah Saracen. Namun sepertinya Jonru dan Fadli tidak bego-bego amat untuk memahami bahwa siapapun yang kerap menyebar konten ujaran kebencian apalagi maka bisa dikategorikan sebagai Saracen. Jonru maupun Fadli mungkin tidak termasuk kelompok Saracen yang tertangkap, namun tindak tanduk keduanya saya rasa tidak ada bedanya dengan Saracen.
Kedua, Fadli ikut menghujat dan tidak setuju dengan Saracen, bahkan mendukung pemerintah untuk menumpas habis. Ketidaksetujuan Fadli bertujuan untuk membuat masyarakat tidak mengarahkan pandangannya ke Fadli sebagai orang yang terkait Saracen. Dengan logika “tidak sepakat”, Fadli sedang mencoba mebuat dirinya dinilai masyarakat sebagai orang yang “tidak terlibat” Saracen. Orang yang tidak sepakat biasanya tidak terlibat.
Dengan menyatakan mendukung pemerintah membabat habis Saracen, Fadli ingin memperkokoh pandangan masyarakat bahwa dirinya bukan orang yang terkait Saracen. Logika umum, biasanya orang yang terlibat Saracen, tidak mungkin akan mendukung pemerintah untuk mengusut tuntas Saracen.
Ketiga, Fadli memposisikan Gerindra sebagai korban. Dengan pernyataan yang sangat berlebihan bahwa Gerindra dan Prabowo adalah korban terbanyak Saracen, justru semakin membuat masyarakat bertanya-tanya. Saya rasa data digital forensik bisa menjelaskan perbandingan antara Jokowi dan Prabowo, kira-kira siapa yang lebih banyak menjadi korban Saracen.
Fadli mungkin sedang lupa bahwa pembelaan yang berlebihan justru akan semakin memperkuat dugaan. Jika orang sedang menggebu-nggebu dalam melakukan pembelaan, biasanya kurang bisa berpikir logis dan tak sadar melontarkan pernyataan yang tidak rasioanal dan berlawanan dengan fakta di lapangan.
Kesimpulannya, bisa jadi Gerindra memang tidak terlibat dengan komplotan Saracen yang ditangkap. Namun dengan seringnya ujaran kebencian yang datang ke Jokowi yang salah satunya dilakukan oleh Fadli Zon kepada Jokowi, saya rasa Fadli tidak ada bedanya dengan Saracen. Pernyataan-pernyataannya seperti ingin menyingkir dan takut kalau nyinyirannya selama ini kepada Jokowi dikategorikan sebagai Saracen juga.
Silahkan baca artikel saya yang lain di: https://seword.com/author/saefudin/


Komentar

Postingan populer dari blog ini

KAPOK ...SENJATA MAKAN TUAN...!!! BEGAL TEWAS KENA SENJATA SENDIRI SAAT SEDANG BERAKSI MENGEJAR KORBANYA....

ASTAGFIRULLAH...!!! Masih Ingat Dengan Artis Cantik Asmirandah yang Resmi Murtad? Mengejutkan!! Ini Nasibnya Sekarang

Sosok Kopilot Cantik yang Shalat di Pesawat Ternyata Mantan Kontestan Indonesian Idol?