Banyak yang Komentar Rupiah Baru Kayak Uang Monopoli. Pahami Deh 5 Fakta Soal Bahan Baku Uang Ini
Meski isu redenominasi rupiah kian marak dibicarakan, sebenarnya masyarakat Indonesia masih dalam proses beradaptasi dengan pecahan uang baru emisi tahun 2016 yang baru mulai beredar. Ada yang masih suka bingung dan salah mengira pecahan uang kertas Rp2.000 sebagai Rp20.000, atau sebaliknya, gara-gara warnanya yang hampir sama. Selain desainnya, banyak juga orang yang tampaknya berkomentar bahwa uang baru ini seperti uang monopoli atau mainan. Mungkin karena teksturnya berbeda dan ukurannya juga lebih kecil. Begitu pula dengan uang koin baru yang sepertinya memang terbuat dari versi yang lebih ringan.
Menarik sih mengamati perbedaan desain atau material dari pecahan uang ini. Apa kalau bahannya berbeda, nilainya bakal beda?! Atau itu hanya pilihan pemerintah saja, mau pakai bahan yang lebih murah atau lebih mahal. Hipwee jadi penasaran aja sih, soalnya baru-baru ini ada kabar kalau pecahan koin Rp1.000 keluaran tahun 90-an yang bergambar kelapa sawit, sekarang harganya sampai Rp300.000 per keping! Bahannya jelas berbeda dan logamnya lebih berat dibanding uang sekarang. Kira-kira pecahan Rp1.000 baru yang lebih ringan sekarang, bakal dihargai setinggi ini nggak ya nanti jika sudah jadi barang koleksi? Kupas tuntas bareng Hipwee News & Feature yuk!
Dulu mungkin dianggap biasa aja, sekarang banyak dicari. Orang yang punya banyak koin pecahan Rp1.000 ini bisa kaya mendadak ya!

Dibuat dari nikel dan kuningan via uang-kuno-surabaya.blogspot.co.id
Pada dasarnya uang koin rupiah terbuat dari material yang berbeda-beda, tergantung pecahannya. Ada yang terbuat dari aluminium, nikel, atau kuningan
Paling banyak sih dicetak dengan bahan aluminium, termasuk koin rupiah pertama tahun 50-an dulu. Kalau yang berlaku sekarang, bahan aluminium bisa dilihat dari koin pecahan 100, 200, dan 500 berwarna silver itu lho. Cuma mungkin ketebalan alumuniumnya yang berbeda-beda, jadi ada koin alumunium yang lebih ringan daripada yang lain. Ada juga koin alumunium yang dilapisi nikel seperti Rp1.000 keluaran tahun 2010.Untuk koin dengan bahan nikel biasanya mempunyai bobot yang lebih berat, seperti pada logam pecahan Rp100 tebal dan tipis tahun 70-an. Sementara logam kuningan, ini berupa gabungan tembaga dan seng. Bisa dilihat pada koin Rp500 warna kuning yang masih berlaku hingga sekarang. Kalau pemilihan logam uang koin sih, pada dasarnya tergantung ketersediaan bahan baku yang dimiliki oleh negara tersebut.
Nah kalau koin Rp1.000 bergambar kelapa sawit ini sedikit spesial karena terbuat dari dua bahan berbeda

Koin Rp1.000 tahun 90-an via risabrina.wordpress.com
Warna kuning pada uang logam memang bukan selalu berarti emas, tapi pemerintah pernah lho mengeluarkan koin berbahan emas yang pecahannya sampai Rp850.000!

Uang seri khusus via Hipwee
Beda uang koin, beda juga uang kertas. Bahan dasar lembaran uang kertas di dunia ini, secara garis besar, hanya ada dua material : kertas dari kapas atau polimer

Indonesia juga pernah mencoba bahan plastik polimer via www.hipwee.com
Negara yang pertama kali membuat mata uang polimer ini adalah Australia pada tahun 1988. Kini banyak negara yang juga mulai beralih pada uang kertas polimer karena lebih kuat dan tahan lama. Indonesia pun pernah mencobanya pada seri Rp100.000 Soekarno-Hatta tahun 1990-an. Cuma menurut keterangan BI, bahan polimer tidak sesuai digunakan di Indonesia karena sifatnya yang tidak tahan panas.
Pada dasarnya, nilai mata uang jelas tidak bergantung pada pemilihan bahan bakunya, tapi pertukaran valuta asing. Keputusan sebuah pemerintahan memilih material mata uangnya, kayaknya lebih bergantung pada ketersediaan bahan baku deh. Tapi mungkin nilai perbedaan material itu bakal kelihatan, setelah uang tersebut tak lagi digunakan dan jadi barang koleksi. Bahan baku yang lebih ‘jarang’ dan berharga, pastinya akan dihargai lebih mahal sebagai koleksi. Wah kolektor uang logam Rp1.000 kelapa sawit pasti lagi senang banget ya, harganya sekarang gila-gilaan!

Komentar
Posting Komentar