Bertentangan dengan Habib Rizieq, Kiai Kondang ini Diteror... Dibilang Murtad, Darahnya Halal, hingga Penjual Akidah...
Beliau dikenal sebagai salah satu saksi ahli yang membela Ahok di persidangan. Ishomuddin menyoroti tidak adanya proses klarifikasi terhadap Ahok atau tabayyun. Ishomuddin yang merupakan Rais Syuriah PBNU Jakarta juga adalah wakil ketua Komisi Fatwa MUI waktu itu. Masalahnya Ishomuddin mengaku dirinya tidak dilibatkan oleh MUI dalam menerbitkan pendapat dan sikap keagamaan terkait kasus Ahok.
“Saya dapat informasi, tapi tidak dapat undangan,” kata Ishomuddin sewaktu dipersidangan. Akibatnya dia tidak bisa menyampaikan pendapatnya terkait kasus ini. Padahal, dengan posisinya yang penting di MUI, seharusnya dia juga dilibatkan dalam menentukan sikap keagamaan MUI terhadap Ahok. Ishomuddin menyayangkan pendapat dan sikap keagamaan MUI yang tidak mengecek terlebih dahulu ke Kepulauan Seribu dan tak ada tabayyun kepada Ahok.
Fahmi, bendahara MUI ditangkap KPK karena diduga korupsi, dan MUI menyatakan akan tabayyun dan klarifikasi dulu pada yang bersangkutan. Alasannya pun sangat diragukan, yaitu Fahmi tidak aktif lagi karena sibuk dengan kegiatannya di luar MUI. Ini tidak masuk akal karena posisinya yang sebagai bendahara. MUI yang mengedepankan asas praduga tak bersalah pada Fahmi, ternyata tidak terjadi pada Ahok. Tidak ada proses tabayyun, tidak ada asas praduga tak bersalah, tidak ada klarifikasi pada Ahok, dan tahu-tahu diterbitkan sikap keagaman MUI terhadap kasus Ahok.
Perbedaan pendapat ini adalah langkah berani yang dilakukan Ishomuddin. Konsekuensinya pun sudah jelas, yaitu diberhentikan dari kepengurusan MUI. Alasannya pun aneh, bukan karena menjadi saksi ahli dalam persidangan Ahok, tapi karena ketidakaktifan beliau selama menjabat Wakil Ketua Komisi Fatwa di MUI. Kalau memang tidak aktif, kenapa tidak dari dulu? Kenapa baru dilakukan sekarang ketika menjadi saksi? Tidak rasional sekali alasan seperti ini. Dan alasan kedua diberhentikannya Ishomuddin seolah membenarkan apa yang sebenarnya terjadi, yaitu karena melanggar disiplin organisasi.
Konsekuensi lain yang harus ditanggungnya adalah adanya teror usai memberi kesaksian. Diakuinya, bentuk ancaman sangat beragam mulai dari teror lewat telepon maupun melalui WhatsApp.
“Ada yang mengatakan saya murtad, halal darahnya, minta bertobat, mengumpulkan uang receh, seolah-olah saya menjual akidah saya dan tekanan-tekanan yang sifatnya sangat tidak perlu,” begitu pengakuan Ishomuddin Kamis lalu. Menurutnya ancaman dan teror tersebut adalah proses demokratisasi yang belum matang di tanah air. Tapi salut untuk beliau yang memutuskan tidak akan merespon balik, karena sadar itu resiko dari apa yang dianggapnya benar (menyuarakan kebenaran).
Siapa peneror itu? Yang pasti gerombolan sebelah atau you-know-who. Saya pakai you-know-who karena malas menyebut mereka. Saya kira pembaca Seword cukup cerdas untuk memahami. Orang yang tidak sependapat langsung dicap kafir, asing, aseng, bangsa tempe, bahkan yang seiman pun dihajar habis-habisan. Semua serba pendek, emosinya, pikirannya, daya nalarnya, logikanya, semuanya pendek. Dan satu lagi, gampang meledak. Susah kalau sudah berurusan dengan mereka. Bagi yang sependapat dengan mereka, pasti akan disanjung, dipuja, dielu-elukan. Begitu ada perbedaan pendapat, terjadilah drama boikot, ditambahi sumpah serapah yang penuh dengan isi kebun binatang. Kalau tidak percaya, cek sana komentar di media sosial.
Kadang saya berpikir mereka ini mirip robot yang hanya diprogram untuk memboikot, mencaci, mengkafirkan dan menyerang mereka yang tidak sependapat. Begitu ada beda pendapat DETECTED, maka program Auto Meledak pun dilakukan. Begitu gampangnya boikot, teror, bilang murtad dan halal darahnya, orang seperti apa yang dengan mudahnya mengatakan itu?
Saya teringat dengan cagub sebelah yang saat pidato pernah bilang yang harus diperjuangkan itu bukan kebhinnekaan tapi persatuan di dalam kebhinnekaan. Ngomong memang gampang, asbun memang semudah makan sari roti. Praktiknya? Lihat tuh gerombolan you-know-who. Ada gesekan sedikit saja langsung meledak, tidak sempat dipadamkan karena saking cepatnya. Apanya yang persatuan di dalam kebhinnekaan? Perbedaan saja dijadikan permusuhan, mau bersatu dengan cara apa? Coba ngomong itu ke gerombolan you-know-who, paling mulut berbuih, karena pada dasarnya semuanya pendek. Pemikirannya saja pendek, bagaimana mau berpikir dengan jernih dengan akal sehat.
https://seword.com/politik/miris-kh-ahmad-ishomuddin-diteror-dibilang-murtad-dan-diminta-tobat-karena-bela-ahok/
Dosen Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung KH Ahmad Ishomuddin membantah dirinya dipecat dari jabatannya sebagai Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Diketahui usai menjadi saksi ahli agama dalam sidang dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama, Ishomuddin dikabarkan diberhentikan dari kepengurusan.
Namun, hingga saat ini dirinya mengaku belum menerima surat pemecatan.
"Sampai hari kesimpulannya saya belum mendapatkan surat yang resmi dari MUI bahwa saya diturunkan atau benar-benar diberhentikan," kata Ishomuddin kepada wartawan di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (6/4/2017).
Gus Ishom yang juga Rais Syuriah PBNU itu tak terlalu peduli lagi soal isu pemecatan dirinya dari lembaga para ulama tersebut.
"Apabila saya diberhentikan, saya bersyukur kepada Allah terima kasih kepada orang MUI karena jabatan bukan segalanya bagi saya dan yang terpenting keadilan ditegakkan dan masyarakat Indonesia bersatu padu dan persoalan ini diselesaikan," katanya.
Sementara soal menjadi saksi ahli di persidangan Ahok dalam perkara penodaan agama, Gus Ishom menganggapnya sebagai sebuah kewajiban.
Gus Ishom pun tak gentar kendati panen kecaman karena menjadi ahli pada persidangan Ahok.
"Merupakan sebuah kemestian (bersaksi pada persidangan Ahok, red) karena nanti akan menjadi problem besar bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena kita tidak boleh berdebat tentang persoalan yang kita tidak tahu hakekatnya," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin membantah pemberhentian Ahmad Ishomuddin disebabkan karena kesaksiannya dalam sidang kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Ma'ruf menegaskan bahwa Ishomuddin diberhentikan lantaran ketidakaktifannya di MUI.
"Yang benar dia diturunkan dari wakil ketua komisi fatwa menjadi anggota biasa karena dia sebagai wakil ketua fatwa tidak aktif," ujar Ma'ruf di Jakarta, Senin (27/3/2017).
Selain itu Ma'ruf juga menuturkan, hingga saat ini MUI belum membahas status keanggotaan Ishomuddin setelah menjadi saksi ahli di persidangan Ahok.
"Dia sebagai anggota biasa belum dipersoalkan ketika dia menjadi saksi ahli. Belum dibicarakan nasibnya," katanya.
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengatakan pihaknya masih harus merapatkan soal pemberhentian Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Ahmad Ishomuddin dengan seluruh pimpinan yang ada di MUI.
Anwar menjelaskan, pihaknya tidak bisa secara semena-mena memutuskan untuk memberhentikan Ishomuddin tanpa melalui proses rapat dengan pimpinan.
Adapun Anwar memastikan bahwa sampai saat ini Ishomuddin masih menjadi pengurus MUI.
"Saya ingin membawa rapat dengan pimpinan mana yang terbaik. Apapun keputusan saya akan patuh dan tanda tangani keputusan itu," ujar Anwar saat dihubungi Kompas.com, Jumat (24/3/2017).
"MUI itu adalah organisasi, ada tata tertib administrasi. Kalau ada orang dipecat itu kan harus pakai surat keputusan (SK). Saya sebagai sekjen belum pernah menandatangi SK tersebut," ujar Anwar.
Anwar mengatakan banyak usulan agar MUI memecat Ishomuddin. Hal itu dikarenakan pandangan yang berbeda yang telah disampaikan Ishomuddin saat menjadi saksi dalam persidangan kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Usulan itu berasal dari seluruh pimpinan yang ada di MUI. Usulan lainnya karena Anwar dinilai tidak aktif sebagai pengurus MUI.
Untuk itu, dalam waktu dekat MUI akan mengadakan rapat pimpinan untuk memutuskan nasib Ishomuddin.
http://www.tribunnews.com/metropolitan/2017/04/06/kh-ahmad-ishomudin-bersyukur-jika-benar-dipecat-dari-mui-karena-bersaksi-di-sidang-ahok?page=2
NB: Artikel ini dibuat oleh Santi Sumewa dengan tanggungjawab penuh diserahkan kepada Santi Sumewa. Pihak dari situs Forumdjakarta.com tidak bertanggungjawab atas isi dari artikel ini.
(Sumber : itusalah.com)
“Saya dapat informasi, tapi tidak dapat undangan,” kata Ishomuddin sewaktu dipersidangan. Akibatnya dia tidak bisa menyampaikan pendapatnya terkait kasus ini. Padahal, dengan posisinya yang penting di MUI, seharusnya dia juga dilibatkan dalam menentukan sikap keagamaan MUI terhadap Ahok. Ishomuddin menyayangkan pendapat dan sikap keagamaan MUI yang tidak mengecek terlebih dahulu ke Kepulauan Seribu dan tak ada tabayyun kepada Ahok.
Fahmi, bendahara MUI ditangkap KPK karena diduga korupsi, dan MUI menyatakan akan tabayyun dan klarifikasi dulu pada yang bersangkutan. Alasannya pun sangat diragukan, yaitu Fahmi tidak aktif lagi karena sibuk dengan kegiatannya di luar MUI. Ini tidak masuk akal karena posisinya yang sebagai bendahara. MUI yang mengedepankan asas praduga tak bersalah pada Fahmi, ternyata tidak terjadi pada Ahok. Tidak ada proses tabayyun, tidak ada asas praduga tak bersalah, tidak ada klarifikasi pada Ahok, dan tahu-tahu diterbitkan sikap keagaman MUI terhadap kasus Ahok.
Perbedaan pendapat ini adalah langkah berani yang dilakukan Ishomuddin. Konsekuensinya pun sudah jelas, yaitu diberhentikan dari kepengurusan MUI. Alasannya pun aneh, bukan karena menjadi saksi ahli dalam persidangan Ahok, tapi karena ketidakaktifan beliau selama menjabat Wakil Ketua Komisi Fatwa di MUI. Kalau memang tidak aktif, kenapa tidak dari dulu? Kenapa baru dilakukan sekarang ketika menjadi saksi? Tidak rasional sekali alasan seperti ini. Dan alasan kedua diberhentikannya Ishomuddin seolah membenarkan apa yang sebenarnya terjadi, yaitu karena melanggar disiplin organisasi.
Konsekuensi lain yang harus ditanggungnya adalah adanya teror usai memberi kesaksian. Diakuinya, bentuk ancaman sangat beragam mulai dari teror lewat telepon maupun melalui WhatsApp.
“Ada yang mengatakan saya murtad, halal darahnya, minta bertobat, mengumpulkan uang receh, seolah-olah saya menjual akidah saya dan tekanan-tekanan yang sifatnya sangat tidak perlu,” begitu pengakuan Ishomuddin Kamis lalu. Menurutnya ancaman dan teror tersebut adalah proses demokratisasi yang belum matang di tanah air. Tapi salut untuk beliau yang memutuskan tidak akan merespon balik, karena sadar itu resiko dari apa yang dianggapnya benar (menyuarakan kebenaran).
Siapa peneror itu? Yang pasti gerombolan sebelah atau you-know-who. Saya pakai you-know-who karena malas menyebut mereka. Saya kira pembaca Seword cukup cerdas untuk memahami. Orang yang tidak sependapat langsung dicap kafir, asing, aseng, bangsa tempe, bahkan yang seiman pun dihajar habis-habisan. Semua serba pendek, emosinya, pikirannya, daya nalarnya, logikanya, semuanya pendek. Dan satu lagi, gampang meledak. Susah kalau sudah berurusan dengan mereka. Bagi yang sependapat dengan mereka, pasti akan disanjung, dipuja, dielu-elukan. Begitu ada perbedaan pendapat, terjadilah drama boikot, ditambahi sumpah serapah yang penuh dengan isi kebun binatang. Kalau tidak percaya, cek sana komentar di media sosial.
Kadang saya berpikir mereka ini mirip robot yang hanya diprogram untuk memboikot, mencaci, mengkafirkan dan menyerang mereka yang tidak sependapat. Begitu ada beda pendapat DETECTED, maka program Auto Meledak pun dilakukan. Begitu gampangnya boikot, teror, bilang murtad dan halal darahnya, orang seperti apa yang dengan mudahnya mengatakan itu?
Saya teringat dengan cagub sebelah yang saat pidato pernah bilang yang harus diperjuangkan itu bukan kebhinnekaan tapi persatuan di dalam kebhinnekaan. Ngomong memang gampang, asbun memang semudah makan sari roti. Praktiknya? Lihat tuh gerombolan you-know-who. Ada gesekan sedikit saja langsung meledak, tidak sempat dipadamkan karena saking cepatnya. Apanya yang persatuan di dalam kebhinnekaan? Perbedaan saja dijadikan permusuhan, mau bersatu dengan cara apa? Coba ngomong itu ke gerombolan you-know-who, paling mulut berbuih, karena pada dasarnya semuanya pendek. Pemikirannya saja pendek, bagaimana mau berpikir dengan jernih dengan akal sehat.
https://seword.com/politik/miris-kh-ahmad-ishomuddin-diteror-dibilang-murtad-dan-diminta-tobat-karena-bela-ahok/
Dosen Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung KH Ahmad Ishomuddin membantah dirinya dipecat dari jabatannya sebagai Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Diketahui usai menjadi saksi ahli agama dalam sidang dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama, Ishomuddin dikabarkan diberhentikan dari kepengurusan.
Namun, hingga saat ini dirinya mengaku belum menerima surat pemecatan.
"Sampai hari kesimpulannya saya belum mendapatkan surat yang resmi dari MUI bahwa saya diturunkan atau benar-benar diberhentikan," kata Ishomuddin kepada wartawan di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (6/4/2017).
Gus Ishom yang juga Rais Syuriah PBNU itu tak terlalu peduli lagi soal isu pemecatan dirinya dari lembaga para ulama tersebut.
"Apabila saya diberhentikan, saya bersyukur kepada Allah terima kasih kepada orang MUI karena jabatan bukan segalanya bagi saya dan yang terpenting keadilan ditegakkan dan masyarakat Indonesia bersatu padu dan persoalan ini diselesaikan," katanya.
Sementara soal menjadi saksi ahli di persidangan Ahok dalam perkara penodaan agama, Gus Ishom menganggapnya sebagai sebuah kewajiban.
Gus Ishom pun tak gentar kendati panen kecaman karena menjadi ahli pada persidangan Ahok.
"Merupakan sebuah kemestian (bersaksi pada persidangan Ahok, red) karena nanti akan menjadi problem besar bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena kita tidak boleh berdebat tentang persoalan yang kita tidak tahu hakekatnya," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin membantah pemberhentian Ahmad Ishomuddin disebabkan karena kesaksiannya dalam sidang kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Ma'ruf menegaskan bahwa Ishomuddin diberhentikan lantaran ketidakaktifannya di MUI.
"Yang benar dia diturunkan dari wakil ketua komisi fatwa menjadi anggota biasa karena dia sebagai wakil ketua fatwa tidak aktif," ujar Ma'ruf di Jakarta, Senin (27/3/2017).
Selain itu Ma'ruf juga menuturkan, hingga saat ini MUI belum membahas status keanggotaan Ishomuddin setelah menjadi saksi ahli di persidangan Ahok.
"Dia sebagai anggota biasa belum dipersoalkan ketika dia menjadi saksi ahli. Belum dibicarakan nasibnya," katanya.
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengatakan pihaknya masih harus merapatkan soal pemberhentian Wakil Ketua Komisi Fatwa MUI Ahmad Ishomuddin dengan seluruh pimpinan yang ada di MUI.
Anwar menjelaskan, pihaknya tidak bisa secara semena-mena memutuskan untuk memberhentikan Ishomuddin tanpa melalui proses rapat dengan pimpinan.
Adapun Anwar memastikan bahwa sampai saat ini Ishomuddin masih menjadi pengurus MUI.
"Saya ingin membawa rapat dengan pimpinan mana yang terbaik. Apapun keputusan saya akan patuh dan tanda tangani keputusan itu," ujar Anwar saat dihubungi Kompas.com, Jumat (24/3/2017).
"MUI itu adalah organisasi, ada tata tertib administrasi. Kalau ada orang dipecat itu kan harus pakai surat keputusan (SK). Saya sebagai sekjen belum pernah menandatangi SK tersebut," ujar Anwar.
Anwar mengatakan banyak usulan agar MUI memecat Ishomuddin. Hal itu dikarenakan pandangan yang berbeda yang telah disampaikan Ishomuddin saat menjadi saksi dalam persidangan kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Usulan itu berasal dari seluruh pimpinan yang ada di MUI. Usulan lainnya karena Anwar dinilai tidak aktif sebagai pengurus MUI.
Untuk itu, dalam waktu dekat MUI akan mengadakan rapat pimpinan untuk memutuskan nasib Ishomuddin.
http://www.tribunnews.com/metropolitan/2017/04/06/kh-ahmad-ishomudin-bersyukur-jika-benar-dipecat-dari-mui-karena-bersaksi-di-sidang-ahok?page=2
NB: Artikel ini dibuat oleh Santi Sumewa dengan tanggungjawab penuh diserahkan kepada Santi Sumewa. Pihak dari situs Forumdjakarta.com tidak bertanggungjawab atas isi dari artikel ini.
(Sumber : itusalah.com)
Komentar
Posting Komentar