Fatal... Pesan Terselubung dari Prabowo ini dianggap Mengerikan..
Baru saja pada tahapan quick count, kubu Anies-Sandi berserta partai-partai pengusung, tim relawan, timses dan berbagai unsur dan/atau pihak pendukung bernostalgia. Sebenarnya hal itu sah-sah saja sejauh tidak berlebihan dan terlalu larut dalam euforia yang tak terkendali. Tetapi itu menjadi berbahaya, dan justru bisa menjadi boomerang lewat tingkah laku maupun kata-kata yang bisa berbuah fatal.
Terus terang, perolehan suara dari berbagai lembaga survey yang mengunggulkan Anies-Sandi sungguh mengejutkan. Ini bukan lantaran adanya pesimisme dengan hasil perolehan suara sementara kemarin melainkan rentang perolehan suara yang jaraknya cukup fantastis. Angka denga dobel digit cukup memukau siapapun juga.
Pihak yang diunggulkan pun merasa di atas angin dan mulai merayakannya. Pihak yang kalah, paslon Ahok-Djarot tak menepis keraguan akan hasil real count yang sebentar lagi dirilis pihak KPUD DKI. Hasilnya sudah mendekati kenyataan dan hanya dada yang lapang dan ikhlas yang bisa menerima semuanya sembari tetap semangat untuk berbakti dalam waktu yang tersisa.
“Kami pahami pasti sedih dan kecewa, tapi enggak apa-apa, percayalah kekuasaan itu Tuhan yang kasih dan Tuhan yang ambil. Enggak ada seorangpun bisa memiliki kekuasaan tanpa seizin Tuhan,” ujar Ahok saat konferensi pers di Hotel Pullman, Jalan M.H. Thamrin.
Niat terselubung Prabowo semakin terkuak
Bisa dikatakan bahwa sangat sedikit sosok, tokoh maupun para politikus yang bisa dipercaya akan kata-kata yang diucapkannya. Kalau seandainya telah terucap, itu pun tak lain karena ada hitung-hitungannya secara politik. Semuanya menjadi ajang lip service, pemanis bibir saja. Sulit sekali ditebak kalau yang diucapkan adalah sesuatu yang riil, yang tak berubah sewaktu-waktu.
Masih terngiang-ngiang di telinga kita mengenai situasi politik yang cukup memanas seputar digelarnya demo besar-besaran di akhir tahun 2016 lalu yang dikenal dengan sebutan demo 411 yang kemudian disusul dengan aksi super damai 212. Presiden Jokowi dan Prabowo pun sempat saling mengunjungi (bersilaturahmi) untuk meredakan ketegangan yang ada. Saat itu, dalam pernyataannya, Prabowo mengatakan:
“Perbedaan politik itu hal biasa, tidak boleh jadi masalah dan perpecahan (yang) berkelanjutan.”
“Saya sampaikan apresiasi kami dengan perkembangan terakhir. Saya lihat kita bisalah melalui proses cobaan yang kita hadapi bersama dengan ketenangan dan kesejukan.”
“Kongkretnya adalah mendorong selalu ke arah penyelesaian yang tanpa gaduh, tanpa ketegangan, (dan) kita mencegah kekerasan.”
“Supaya masyarakat tidak emosional. Bangsa kita emosional, gampang terbawa perasaan, terbawa sakit hati. Kalau tersakiti, lama sembuhnya. Itu masalahnya.”
“… Yang harus kita jaga, jangan sampai ada katakanlah unsur-unsur yang mau memecah belah bangsa.”
“Kita negara yang majemuk, banyak suku, agama, banyak ras. Kalau ada masalah, mari kita selesaikan dengan sejuk,” ujar Prabowo.
Sungguh menyejukkan pikiran dan hati jika mendengarkan kata-kata “santun” dan penuh kebhinnekaan seperti ini. Rasa-rasanya, beban berat di pundak telah diangkat dan perjalanan pun terasa ringan sekaligus meyakinkan. Hal itu tak dapat dipungkiri lagi.
Prabowo mulai menunjukkan boroknya di depan publik dan menjilat ludahnya sendiri
Pernyataan yang terdengar beberapa bulan silam ini seakan sirna manakala dalam perayaan kemenangan penuh euforia bersama paslon Anies-Sandi, Prabowo telah membutakan mata hati dan pikirannya serta lupa akan apa yang pernah diucapkannya tersebut. Sekarang semakin kelihatan belangnya dan niat terselubung yang selama ini dibungkus rapi. Anies juga pernah mengalaminya selama masa kampanye berlangsung terutama dalam debat antar-Cagub di acara Mata Najwa di bulan kemarin.
Dalam bahasan kali ini, saya akan fokus pada dua pernyataannya yang sungguh berindikasi “menantang pemerintah” dalam hal ini “meremehkan” proses hukum yang sedang berjalan terutama yang berkaitan dengan perilaku bernuansa “makar” dari beberapa oknum. Selain itu, ada juga komentarnya seputar dana kampanye untuk Anies-Sandi.
Pertama, dalam sambutannya di Masjid Istiqlal semalam, Prabowo mulai membuka boroknya sendiri di depan publik:
“Kemenangan Anies-Sandi juga atas dukungan ustaz dan ulama. Tapi sekarang ustaz ini banyak yang diduga makar,” kata Prabowo.
Prabowo melanjutkan, “Saya tegaskan di sini, membela keadilan dan membela rakyat bukan makar saudara-saudara.”
Dan untuk diketahui bersama bahwa Prabowo Subianto telah berbicara seputar “makar” tersebut dua kali sebelumnya, dan semuanya terjadi dalam bulan April ini. Pertama saat mendapatkan deklarasi dukungan serikat buruh untuk Anies-Sandi para 1 April dan saat Anies membawakan pidatonya pada 3 April lalu :
“Saya tidak akan pernah pimpin makar, tapi saya mau jadi pemimpin dangdutan jika Anies-Sandi menang,” kata Prabowo di Gedung DPP Partai Gerindra, Jakarta.
“Saya pernah dituduh mau kudeta, saat itu saya pimpin 34 batalion tempur Republik Indonesia. Kalau saya mau, saya mampu ambil alih dengan cara kekerasan, dengan cara senjata,” kata Prabowo saat sambutan di Segara Ballroom, Hotel Darmawangsa, Jakarta Selatan.
Pertanyaannya, apakah memang ini kebetulan? Dalam pernyataannya menyemangati kubunya yang menang kemarin, Prabowo telah terang-terangan berani mengangkangi proses hukum yang sedang berlangsung. Dia membutakan mata hati dan pikirannya atas proses hukum yang menimpa Ahok (mungkin karena masih dendam karena “diceraikan” Ahok) dan mulai menyulut api “provokasi” dengan membela oknum ulama dan ustaz (termasuk Rizieq?). Sungguh pernyataan yang bernilai sampah!
Kedua, sekali lagi dalam klimaks euforianya, Prabowo seakan menelanjangi dirinya saat berbicara seputar dana kampanye Anies-Sandi:
“Waktu memajukan Anies-Sandi, kami pasrah karena kami paket hemat banget.
Setiap saya panggil Sandi, mukanya pucat karena saya tanya, duitnya ada enggak, Dek (Sandi)?”
Dia pun melanjutkan, “Saya kasih tahu, rahasia pengusaha mirip dengan petinggi partai. Kalau tidak punya uang pura-pura punya, padahal enggak tahu dari mana.“
Para pembaca Seword bisa mengambil kesimpulan sendiri atau setidaknya menganalisa, ada apa di balik pernyataannya ini. “Kalau tidak punya uang, pura-pura punya padahal enggak tahu dari mana (mendapatkannya)”. Sekarang dengan kemenangan ini, dana “segar” tahunan di APBD DKI di kisaran Rp 70 triliun sudah menari-nari di pelupuk mata.
Bukannya mau menuduh tetapi kenyataannya bahwa hampir 100% dana kampanye 2 putaran paslon 3 disandang sendiri oleh Sandi. Sangat keterlaluan kalau tak ada niat untuk mendapatkannya kembali, bila perlu beserta bunganya yang berlipatganda!
Senada dengan Ahok yang sempat mempertanyakan hal ini kepada Anies saat debat di acara Mata Najwa: apakah bukan tidak mungkin nanti Sandi menuntut dikembalikannya uang yang telah ia gelontorkan selama masa kampanye? Apakah dia sudah begitu luar biasa hasrat pengabdian dan pengorbanannya sampai menggelontorkan dana pribadi yang jumlahnya fantastis mendekati Rp 100 milyar tanpa menuntut apapun juga?
Terus terang, saya sangat sangsi jika Sandi berani melakukannya!
Kita semua pasti sudah bisa menerka jawaban yang logis atas pertanyaan ini. Sekali lagi, bukannya menuduh tetapi bisa saja terjadi karena sudah banyak yang telah membuktikannya demikian, bukan?
Teriring salam tak ada yang langgeng dalam politik, baik kata maupun kerja!
https://seword.com/politik/mengerikan-pesan-terselubung-di-balik-komentar-komentar-prabowo-seusai-hitungan-quick-count-ada-apa-sebenarnya/
NB: Artikel ini dibuat oleh Budi Prakoso dengan tanggungjawab penuh diserahkan kepada Budi Prakoso. Pihak dari situs Forumdjakarta.com tidak bertanggungjawab atas isi dari artikel ini.
(Sumber : itusalah.com)
Terus terang, perolehan suara dari berbagai lembaga survey yang mengunggulkan Anies-Sandi sungguh mengejutkan. Ini bukan lantaran adanya pesimisme dengan hasil perolehan suara sementara kemarin melainkan rentang perolehan suara yang jaraknya cukup fantastis. Angka denga dobel digit cukup memukau siapapun juga.
Pihak yang diunggulkan pun merasa di atas angin dan mulai merayakannya. Pihak yang kalah, paslon Ahok-Djarot tak menepis keraguan akan hasil real count yang sebentar lagi dirilis pihak KPUD DKI. Hasilnya sudah mendekati kenyataan dan hanya dada yang lapang dan ikhlas yang bisa menerima semuanya sembari tetap semangat untuk berbakti dalam waktu yang tersisa.
“Kami pahami pasti sedih dan kecewa, tapi enggak apa-apa, percayalah kekuasaan itu Tuhan yang kasih dan Tuhan yang ambil. Enggak ada seorangpun bisa memiliki kekuasaan tanpa seizin Tuhan,” ujar Ahok saat konferensi pers di Hotel Pullman, Jalan M.H. Thamrin.
Niat terselubung Prabowo semakin terkuak
Bisa dikatakan bahwa sangat sedikit sosok, tokoh maupun para politikus yang bisa dipercaya akan kata-kata yang diucapkannya. Kalau seandainya telah terucap, itu pun tak lain karena ada hitung-hitungannya secara politik. Semuanya menjadi ajang lip service, pemanis bibir saja. Sulit sekali ditebak kalau yang diucapkan adalah sesuatu yang riil, yang tak berubah sewaktu-waktu.
Masih terngiang-ngiang di telinga kita mengenai situasi politik yang cukup memanas seputar digelarnya demo besar-besaran di akhir tahun 2016 lalu yang dikenal dengan sebutan demo 411 yang kemudian disusul dengan aksi super damai 212. Presiden Jokowi dan Prabowo pun sempat saling mengunjungi (bersilaturahmi) untuk meredakan ketegangan yang ada. Saat itu, dalam pernyataannya, Prabowo mengatakan:
“Perbedaan politik itu hal biasa, tidak boleh jadi masalah dan perpecahan (yang) berkelanjutan.”
“Saya sampaikan apresiasi kami dengan perkembangan terakhir. Saya lihat kita bisalah melalui proses cobaan yang kita hadapi bersama dengan ketenangan dan kesejukan.”
“Kongkretnya adalah mendorong selalu ke arah penyelesaian yang tanpa gaduh, tanpa ketegangan, (dan) kita mencegah kekerasan.”
“Supaya masyarakat tidak emosional. Bangsa kita emosional, gampang terbawa perasaan, terbawa sakit hati. Kalau tersakiti, lama sembuhnya. Itu masalahnya.”
“… Yang harus kita jaga, jangan sampai ada katakanlah unsur-unsur yang mau memecah belah bangsa.”
“Kita negara yang majemuk, banyak suku, agama, banyak ras. Kalau ada masalah, mari kita selesaikan dengan sejuk,” ujar Prabowo.
Sungguh menyejukkan pikiran dan hati jika mendengarkan kata-kata “santun” dan penuh kebhinnekaan seperti ini. Rasa-rasanya, beban berat di pundak telah diangkat dan perjalanan pun terasa ringan sekaligus meyakinkan. Hal itu tak dapat dipungkiri lagi.
Prabowo mulai menunjukkan boroknya di depan publik dan menjilat ludahnya sendiri
Pernyataan yang terdengar beberapa bulan silam ini seakan sirna manakala dalam perayaan kemenangan penuh euforia bersama paslon Anies-Sandi, Prabowo telah membutakan mata hati dan pikirannya serta lupa akan apa yang pernah diucapkannya tersebut. Sekarang semakin kelihatan belangnya dan niat terselubung yang selama ini dibungkus rapi. Anies juga pernah mengalaminya selama masa kampanye berlangsung terutama dalam debat antar-Cagub di acara Mata Najwa di bulan kemarin.
Dalam bahasan kali ini, saya akan fokus pada dua pernyataannya yang sungguh berindikasi “menantang pemerintah” dalam hal ini “meremehkan” proses hukum yang sedang berjalan terutama yang berkaitan dengan perilaku bernuansa “makar” dari beberapa oknum. Selain itu, ada juga komentarnya seputar dana kampanye untuk Anies-Sandi.
Pertama, dalam sambutannya di Masjid Istiqlal semalam, Prabowo mulai membuka boroknya sendiri di depan publik:
“Kemenangan Anies-Sandi juga atas dukungan ustaz dan ulama. Tapi sekarang ustaz ini banyak yang diduga makar,” kata Prabowo.
Prabowo melanjutkan, “Saya tegaskan di sini, membela keadilan dan membela rakyat bukan makar saudara-saudara.”
Dan untuk diketahui bersama bahwa Prabowo Subianto telah berbicara seputar “makar” tersebut dua kali sebelumnya, dan semuanya terjadi dalam bulan April ini. Pertama saat mendapatkan deklarasi dukungan serikat buruh untuk Anies-Sandi para 1 April dan saat Anies membawakan pidatonya pada 3 April lalu :
“Saya tidak akan pernah pimpin makar, tapi saya mau jadi pemimpin dangdutan jika Anies-Sandi menang,” kata Prabowo di Gedung DPP Partai Gerindra, Jakarta.
“Saya pernah dituduh mau kudeta, saat itu saya pimpin 34 batalion tempur Republik Indonesia. Kalau saya mau, saya mampu ambil alih dengan cara kekerasan, dengan cara senjata,” kata Prabowo saat sambutan di Segara Ballroom, Hotel Darmawangsa, Jakarta Selatan.
Pertanyaannya, apakah memang ini kebetulan? Dalam pernyataannya menyemangati kubunya yang menang kemarin, Prabowo telah terang-terangan berani mengangkangi proses hukum yang sedang berlangsung. Dia membutakan mata hati dan pikirannya atas proses hukum yang menimpa Ahok (mungkin karena masih dendam karena “diceraikan” Ahok) dan mulai menyulut api “provokasi” dengan membela oknum ulama dan ustaz (termasuk Rizieq?). Sungguh pernyataan yang bernilai sampah!
Kedua, sekali lagi dalam klimaks euforianya, Prabowo seakan menelanjangi dirinya saat berbicara seputar dana kampanye Anies-Sandi:
“Waktu memajukan Anies-Sandi, kami pasrah karena kami paket hemat banget.
Setiap saya panggil Sandi, mukanya pucat karena saya tanya, duitnya ada enggak, Dek (Sandi)?”
Dia pun melanjutkan, “Saya kasih tahu, rahasia pengusaha mirip dengan petinggi partai. Kalau tidak punya uang pura-pura punya, padahal enggak tahu dari mana.“
Para pembaca Seword bisa mengambil kesimpulan sendiri atau setidaknya menganalisa, ada apa di balik pernyataannya ini. “Kalau tidak punya uang, pura-pura punya padahal enggak tahu dari mana (mendapatkannya)”. Sekarang dengan kemenangan ini, dana “segar” tahunan di APBD DKI di kisaran Rp 70 triliun sudah menari-nari di pelupuk mata.
Bukannya mau menuduh tetapi kenyataannya bahwa hampir 100% dana kampanye 2 putaran paslon 3 disandang sendiri oleh Sandi. Sangat keterlaluan kalau tak ada niat untuk mendapatkannya kembali, bila perlu beserta bunganya yang berlipatganda!
Senada dengan Ahok yang sempat mempertanyakan hal ini kepada Anies saat debat di acara Mata Najwa: apakah bukan tidak mungkin nanti Sandi menuntut dikembalikannya uang yang telah ia gelontorkan selama masa kampanye? Apakah dia sudah begitu luar biasa hasrat pengabdian dan pengorbanannya sampai menggelontorkan dana pribadi yang jumlahnya fantastis mendekati Rp 100 milyar tanpa menuntut apapun juga?
Terus terang, saya sangat sangsi jika Sandi berani melakukannya!
Kita semua pasti sudah bisa menerka jawaban yang logis atas pertanyaan ini. Sekali lagi, bukannya menuduh tetapi bisa saja terjadi karena sudah banyak yang telah membuktikannya demikian, bukan?
Teriring salam tak ada yang langgeng dalam politik, baik kata maupun kerja!
https://seword.com/politik/mengerikan-pesan-terselubung-di-balik-komentar-komentar-prabowo-seusai-hitungan-quick-count-ada-apa-sebenarnya/
NB: Artikel ini dibuat oleh Budi Prakoso dengan tanggungjawab penuh diserahkan kepada Budi Prakoso. Pihak dari situs Forumdjakarta.com tidak bertanggungjawab atas isi dari artikel ini.
(Sumber : itusalah.com)
Komentar
Posting Komentar