Oposan Kebablasan Tanpa Kewarasan
Di dunia ini tidak ada satupun
pemerintahan suatu negara yang benar-benar mempunyai kekuasaan absolut
atau mutlak, karena itulah pihak-pihak yang berada diluar pemerintahan
kerap kali disebut dengan istilah oposisi.
Hakikat dari oposisi adalah sebagai
penyeimbang suatu pemerintahan agar jalannya suatu pemerintahan tidak
melenceng dari tujuan utama dibentuknya suatu pemerintahan. Akan
tetapi, kerap kali oposisi hanya bertindak dan berwaca karena
didasarkan pada kedengkian dan kekecewaan semata, karena tidak bisa
berkuasa atau kalah dalam suatu pemilihan umum.
Fungsi penyeimbang yang pada hakikatnya
dimiliki oleh oposisi semakin lama semakin luntur menjadi seakan oposisi
hanya ingin membalaskan dendam dengan cara merecoki dan menganggu
jalannya pemerintahan dengan cara-cara yang kotor.
Pada awal bulan agustus lalu kita
dikejutkan dengan berita terbongkarnya group penyebar hoax dan ujaran
kebencian Saracen oleh Polri. Group Saracen tersebut disinyalir bergerak
berdasarkan pesanan pihak-pihak yang memang mengagendakan agar tercipta
suasana keos di Indonesia dengan menggunakan sentimen sara, tujuan
utamanya adalah peralihan kekuasaan dengan modus people power.
Ini merupakan pola propaganda lama yang
diperbaharui medianya dengan menggunakan media sosial. Kita sudah tahu
bagaimana dahsyatnya kekuatan media sosial, contoh paling nyata yang
belum lama terjadi adalah penggiringan opini melalui media sosial dengan
menggunakan sentimen sara pada pilkada DKI 2017. Terlihat jelas bahwa
masalah agama dibawa kedalam masalah politik, hingga akhirnya sempat
terjadi penolakan untuk mensholatkan jenazah seseorang yang berbeda
pandangan politiknya.
Mereka yang dulu menolak untuk
mensholatkan jenazah saudara seimannya itu juga yang akhir-akhir ini
berteriak nyaring agar Presiden Jokowi mengusir Dubes Myanmar karena
mereka menilai bahwa Myanmar telah melakukan genosida.
Inilah salah satu kepiawaian para oposan
yang tidak punya kewarasan, mereka pintar sekali memutar balikan fakta,
mereka sebenarnya tahu jika di Myanmar sedang terjadi tragedi
kemanusiaan dengan sebab geopolitik melalui kekerasan terhadap etnis
rohingya, tetapi mereka malah menggoreng isu rohingya tersebut untuk
menyerang Presiden Jokowi dengan propaganda seakan Presiden Jokowi tidak
berpihak kepada umat Islam, seperti yang dilakukan oleh seorang
pimpinan parlemen melalui akun twitter pribadinya beberapa waktu yang
lalu.
Ada juga mantan menteri yang patut diduga
dengan sengaja menyebar gambar hoax tentang rohingya melalui akun
twitter pribadinya, walaupun akhirnya postingan tersebut dia hapus,
mungkin karena dia malu karena kedoknya selama ini terungkap bahwa dia
adalah pelahap dan penyebar hoax. Sebagai warga negara Indonesia, saya
sungguh malu pernah mempunyai menteri seperti itu, jika waktu bisa
diulang kembali pasti akan saya gagalkan dia ketika akan dilantik
menjadi menteri waktu itu. Sekelas orang
yang pernah menduduki posisi sebagai menteripun bisa dengan mudahnya
menyebarkan hoax, maka patut dipertanyakan kredibilitas dan kondisi
kejiwaannya.
Segala sesuatu yang ada hubungannya dengan
masalah agama pasti akan langsung dibelokan dan dipellintir oleh para
oposan untuk menyerang pribadi Presiden Jokowi, karena memang semenjak
pilpres 2014 isu itulah yang mereka gunakan sebagai senjata pamungkas
untuk mendapatkan kekuasaan. Tapi Tuhan masih sayang pada Indonesia,
maka dikalahkanlah capres yang mempunyai agenda buruk terhadap
Indonesia.
Kelompok saracen, isu rohingya, isu PKI,
isu kriminalisasi ulama, isu penistaan agama, dan isu sara lainnya
hanyalah sebagian kecil isu yang memang sengaja digoreng oleh para
oposan untuk menjatuhkan Presiden Jokowi secara paksa alias
inkonstitusional, semua itu berawal dari dendam dan dengki mereka karena
kalah dalam pertarungan akbar pemilihan presiden.
Sampai dengan saat ini baru sebatas
operator lapangan dari kelompok saracen yang berhasil ditangkap oleh
Polri, akan tetapi saya secara pribadi menaruh harapan besar kepada
Polri melalui Jenderal Pol. Tito Karnavian untuk bisa membongkar secara
tuntas tentang kelompok saracen ini, membongkar siapa saja pemesannya,
siapa saja pengendalinya dan siapa saja orang-orang yang tangan kotornya
bermain-main dengan isu sara di Indonesia ini, karena Indonesia terlalu
berharga jika harus dipermainkan dengan isu sara oleh orang-orang yang
hanya haus dengan kekuasaan.
Titik kewarasan para oposan sudah sangat
mengkhawatirkan dan sudah berada di titik nadir, bukan hanya menyangkut
pada kesehatan mental pribadi mereka saja, akan tetapi hal tersebut akan
secara tidak langsung berpengaruh pada kondisi mental bangsa karena
sebagian dari mereka memegang mandat rakyat melalui parlemen. Mereka
selalu berkilah bahwa semua kritik bodoh yang mereka lontarkan selama
ini bukanlah merupakan suatu hasutan, tetapi merupakan suatu bentuk
pengawasan yang memang diamanahkan oleh undang-undang, tetapi mereka
lupa jika kritik haruslah bersifat membangun dan didasari kewarasan yang
tinggi, bukan malah mengkritik tetapi hanya sebatas omong kosong guna
melakukan provokasi.
Mulai dari sekarang, kita sebagai warga
negara Indonesia yang baik harus semakin bijak memilah milah mana itu
kritik dan mana itu provokasi, mana itu info yang valid dan mana itu
yang hoax, karena hal-hal tersebut ketika sudah berada ditangan mereka
akan menjadi suatu hal yang bias antara satu dengan yang lainnya, dan
itu sungguh bahaya karena pertaruhannya adalah persatuan dan kesatuan
bangsa.
Indonesia tidak kekurangan orang pintar,
Indonesia hanya kekurangan orang-orang yang jujur. Silahkan menjadi
oposan jika memang tidak sevisi dan semisi dengan pihak yang sedang
berkuasa, tapi tolong jangan pernah gunakan isu sara untuk membuat suatu
kericuhan di Indonesia, karena hanya pecundang yang mau menggunakan isu
sara hanya demi untuk sebuah kekuasaan. Gunakanlah akal sehat ketika
ingin mengkritik suatu kebijakan, jangan hanya bermodal mulut lebar dan
rasa dendam saja, karena hal tersebut hanya akan semakin merusak mental
dan kewarasan kalian yang sudah berada pada titik nadir. Mungkin akan
lebih bermanfaat untuk orang banyak ketika kalian menjadi pelawak karena
bisa membuat kami tertawa lepas, karena tingkah laku dan perkataan
kalian selama ini tak lebih hanya sebatas lucu-lucuan politik belaka
yang tidak ada gunanya.
“Dubur ayam yang mengeluarkan telur lebih mulia daripada mulut intelektual yang hanya bisa bilang telur” ~D. Zawawi Imron~.
Jayalah Indonesia.
Komentar
Posting Komentar